Tampilkan postingan dengan label makanan tradisional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makanan tradisional. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 Desember 2008

Bebek Goreng Cak Koting Yogyakarta

Bebek Goreng Cak Koting yang kesohor di kota Jogja ini. Ketika kami makan di sini, ternyata banyak pula "pencinta" bebek goreng dari kota lain bahkan dari Jakarta yang sengaja datang untuk memburu nikmatnya bebek goreng di sini.
Bebek Goreng Cak Koting ini berada di jalan..................., yaitu di pelataran bekas bioskop ...... yang terkenal di Jogja beberapa tahun yang lalu, yang letaknya berada di ujung fly over menuju jalan................ Di sini para pengunjung dapat memilih tempat makan di area terbuka di pinggir jalan, maupun di dalam restoran agar lebih memudahkan untuk memesan tambahan makanan maupun minuman. Pada saat jam makan malam tiba, pengunjung membludak dan para pramusaji seakan kewalahan melayani pembelinya. Namun jangan khawatir, Cak Koting telah memiliki banyak pramusaji yang siap dan secara sigap melayani para pembelinya.
Meja yang letaknya terbuka dan beratapkan tenda yang berada di pinggir jalan justru lebih digemari oleh para pengunjung. Sambil menikmati bebek goreng, para penikmat bebek juga dapat menghirup udara segar dan angin sepoi-sepoi jalanan ditambah pula dapat menikmati pemandangan jalan di kota Jogja ini. Sangat cocok bagi para kaum muda untuk saling bercengkrama, bergaul bersama teman-teman, maupun keluarga.

Cak Koting ini beroperasi sejak siang hari hingga menjelang larut malam, terlebih bila weekend atau hari libur tiba, maka tempat ini selalu ramai oleh para pemburu bebek. Bebek Cak Koting diolah secara sederhana, namun sangat dahsyat dalam menambah selera makan bebek. Bebek bumbu kuning yang ditemani sayur lodeh, plecing kangkung, dan sambal merupakan kenikmatan tersendiri yang patut dijajal oleh para penggemar bebek yang belum pernah merasakannya.

Jumat, 28 November 2008

Dawet Sambal

Ketika pertama kali mendengar cerita tentang dawet sambal dari seorang karyawan Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kulonprogo, saya langsung berprasangka, pastilah ini sejenis minuman aneh, dengan citarasa aneh dan untuk orang berselera aneh. Tetapi ketika saya kemudian membuktikannya, ternyata semua prasangka buruk itu ngawur belaka.

Di sebuah kedai milik Mbok Ponirah, di Pasar Cublak, Kecamatan Girimulyo, puncak pegunungan Menoreh, Kulonprogo, kami mengantre. Sangat sederhana, tetapi dari tempat itulah, konon, banyak pegawai dan pelajar bisa berhasil memetik prestasi bagus karena sarapan yang berkualitas. Wuihh..! Tetapi, justru itulah yang ingin kami buktikan.

Sekitar lima menit mengantre, semangkuk dawet sambal sudah berada di tangan kami. Tampak seonggok cendol tanpa kuah yang di atasnya ditaburi bawang goreng serta potongan tahu goreng dan kecambah hijau yang sudah direbus, lalu dilumuri sambal pecel. Isi mangkuk mula-mula saya aduk dengan sendok, sehingga bagian bawahnya yang ternyata adalah badheg (nira kelapa) bercampur meresap jadi satu. Dawet sambal pecel berwarna merah kecoklatan itu seolah menjanjikan rasa gurih, manis, pedas yang lezat.

Soto Segitiga

Pengalaman akhirnya mengajarkan kepada kami untuk tidak boleh tertipu lagi oleh penampilan fisik sebuah warung makan. Soalnya, banyak warung dengan penampilan emplek-emplek, ternyata menyembunyikan citarasa masakan yang dahsyat luar biasa. Ketika kami mampir ke sana, kenyataan warung yang lama kami incar itu ternyata penampilannya (maaf) sungguh dekil. Berukuran kecil dengan dua meja dan empat dingklik kayu panjang sederhana. Bagian dapur yang berada di sisi depan, menyita hampir sepertiga ruangan dengan luas tidak lebih dari 10 meter persegi itu.

Belum lagi lokasinya yang terjepit di sudut perempatan Gesikan Jalan Godean Km 7 Sidoarum, Godean, Sleman, bisa membuat orang kesulitan menemukannya. Lantas, apa yang membuat warung ini patut diperjuangkan?

Hmm, ini soto ayam di Jogja yang benar-benar berlanggam Jawa asli.

Sate Pak Tjurut

Sedapnya Sate Kambing dengan 14 Bumbu Rempah


“Mau pesan apa mas, mbak? Sate, tongseng atau gule?” Kata penjaga warung yang menghamipiri kami. Dan kami berempat memesan sate kambing yang katanya memang menu andalan dan favorit pelanggannya. Sambil menunggu pesanan datang, saya coba mendekati pemilik warung. “Warung sate yang di sini cabang dari Sate Pak Turut Karangmojo itu, mas.” Terang Mbak Ratmini, yang ternyata juga putri pertama Pak Turut. Dulu Pak Karnoto, yang kecilnya bernama Turut, mulai jualan sate sejak tahun 1975. Waktu itu Pak Turut masih menggunakan pikulan, keliling menjajakan dagangannya.

Saat mencicipinya, wangi rempah-rempah muncul dari setiap tusukan daging yang ditata dalam piring kecil berisi bumbu kecap bertabur mrica dan bawang goreng sangat mengoyak lidah. Tak heran banyak orang yang singgah di tempat ini untuk merasakan dahsyatnya sate Pak Turut.

Warung Sate Pak Turut yang ada di Jalan Ksatrian No 63, Wonosari, ini mulai buka jam 8 pagi dan akan kukut sampai semuanya habis. Sekadar info, untuk satu porsi, berupa 5 tusuk sate, sebakul nasi dan segelas minuman, Anda tidak perlu membayar lho. Cukup mengganti ongkos masak saja sebesar 14.000 perak.

Soto Pak Tembong

Kelembutan Soto Ayam dan Ketajaman Soto Sapi


Soto Pak Tembong
Kelembutan Soto Ayam dan Ketajaman Soto Sapi

Soto, dalam peta wisata kuliner Nusantara, termasuk jenis makanan sangat familiar. Bisa ditemukan di mana saja, dari kelas warungan hingga level restoran. Juga dalam varian yang beragam, dari citarasa kedaerahan hingga selera racikan yang disajikan.
Jika ingin soto dengan daging ayam dan sapi dicampur sekaligus, sepertinya cuma satu pilihannya, Soto Pak Tembong. Nama Pak Tembong boleh dibilang merupakan salah satu legenda warung soto di Yogyakarta. Dirintis sejak tahun 1960 oleh Pak Mulyono (almarhum), menu makanan pertama yang dijual sebenarnya adalah bakso. Enam tahun kemudian, barulah pemilik warung melengkapi dagangannya dengan soto. Ternyata, justru menu susulan inilah yang kemudian menjadi terkenal.

Tak usah diragukan lagi soal rasanya. Silakan saja cicipi soto ini jika sekali waktu Anda pulang ke Jogja.

Bakmi Mbah Dumuk

Ampiran Pelancong dari Jalur Utara


Ada alasan kenapa Kabare tak pernah bosan mencari warung bakmi Jawa. Selain lezat dan membikin kenyang, menyantap bakmi tradisional, jika beruntung bisa mendengar “kuliah gratis” tentang ethos kerja para founding father, yang biasanya dahsyat. Kabare menyebutnya: “entrepreneurship by accident”.

Yogyakarta bisa dibilang merupakan gudangnya penjual bakmi Jawa dengan citarasa yang nyamleng. Sebut saja Bakmi Kadin di Bintaran, Bakmi Mbah Mo di Manding Bantul, dan Bakmi Pele di Alun-alun Selatan, atau Bakmi Doring di Jalan Suryowijayan. Masih ada satu lagi penjual bakmi Jawa yang tak kalah populer, yakni Bakmi Mbah Dumuk di Sleman.

Bakmi milik Ibu Suhari yang dalam semalam mampu menghabiskan 250 butir telur bebek ini tidak hanya didatangi oleh orang biasa-orang biasa, mulai dari Bupati Sleman Ibnu Subiyanto, Gusti Prabukusumo hingga mantan menteri Abdul Latief pun pernah menjadi pelanggan di Bakmi Mbah Dumuk.

Gurami Bakar Madu “Numani”

Memang Bikin Tuman


Berniat menyantap ikan bakar di Pondok Makan Numani di hari libur panjang, sebenarnya merupakan keputusan nekad. Tetapi, akhirnya kami meluncur juga ke Jalan Parangtritis demi melepas “dendam kesumat” terhadap kelezatan gurameh bakar madu, menu andalan rumah makan itu. Dan, lima buah bus wisata sudah berjajar di antara belasan mobil di tempat parkir.
Lokasinya yang berada di Jalur Wisata Pantai Parangtritis Km 5.6, boleh jadi merupakan keuntungan tersendiri bagi tempat makan dengan spesialis masakan ikan ini. Tetapi bagi saya, yang membuatnya istimewa adalah karena masakannya yang luar biasa. Terutama menu gurameh bakar madunya, benar-benar jawara. Saya sendiri entah sudah berapa kali menyantapnya, tetapi setiap kali itu pula selalu ingin datang kembali menikmatinya.
Yang membuat masakan di tempat ini istimewa karena ikan dibakar langsung dalam kondisi segar. Tidak seperti ikan bakar di tempat lainnya yang biasanya digoreng setengah matang lebih dahulu, sehingga mlenyek. Teknik bakar langsung memang memerlukan keterampilan tersendiri, namun hasilnya daging menjadi kenyal dan lebih gurih.

Kejutan Gudeg Ceker

Mbok Joyo


Ceker alias kaki ayam, selalu diasumsikan sebagai menu lauk kelas pinggiran. Tapi, Warung Gudeg Mbok Joyo mampu menyajikannya sebagai menu pendamping yang istimewa.
Meluncur tengah malam dengan VW Combi keluaran tahun 1977 di sebuah kota tua seperti Jogja, melahirkan perasaan sentimentil. Gambaran Kota Jogja yang khas, terasa tampak nyata. Mendekati Pasar Beringharjo, kami berhenti. Perhatian saya langsung tertuju ke arah kerumunan orang di trotoar timur Jalan Malioboro, di depan Toko Mas Aneka. Di sektor lesehan itu, Gudeg Ceker Mbok Joyo mangkal.
Tidak ada papan nama yang menjadi petunjuk, tapi kebanyakan orang Jogja sudah sangat mengenalnya sebagai Warung Gudeg Ceker Mbok Joyo. Disebut begitu karena warung ini dirintis Mbok Joyo sekitar 50 tahun lalu. Sedangkan sebutan “ceker” muncul karena side dish-nya yang terkenal adalah kaki ayam.

Pak Noto Susanto

Bakmi Kepek dan Angin Sepoi-sepoi


Antara bakmi dan angin sepoi-sepoi memang tidak ada sangkut pautnya. Tapi, Noto Santosa bisa memadukannya hingga menjadi sebuah kenikmatan tersendiri pada malam hari.
Saya sebenarnya tidak begitu antusias ketika suatu malam seorang teman mengajak makan di warung mi jawa. Tidak adakah makanan yang lain di Yogya, sehingga melulu harus bakmi, nasi goreng, gudeg, atau soto? Saya coba usulkan beberapa menu lain, tapi teman itu ngotot
“Cobalah dulu, yang ini beda dengan mi lainnya.”
Pukul 19.00 malam, kami meluncur ke selatan menyusuri Jalan Parangtritis. Di dalam mobil, saya sudah membayangkan sepiring mi goreng panas yang lezat. Pasti dahsyat disantap di tengah suasana malam Jogja yang dingin
Sekitar 30 menit perjalanan, kami tiba di lokasi. Tidak ada papan nama, tapi orang selalu menyebutnya warung bakmi Kepek. Disebut begitu karena berlokasi di Dusun Kepek, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Warung yang terlihat sangat alakadarnya itu ternyata terisi penuh pengunjung yang ingin menikmati masakan dari warung bakmi Kepek. Padahal, jam makan malam belum tiba. Konon, warung tersebut menjadi salah satu civic center alias tempat berkumpul warga. Mulai dari buruh pabrik, pegawai negeri, pengusaha kerajinan, dokter sampai mahasiswa di Bantul menjadi pelanggan tetap warung yang dikelola Pak Noto Susanto (60) itu
Di daftar menu yang tertempel di dinding ruang masak tertulis, antara lain, mi goreng biasa, istimewa, dan super. Harga yang ditawarkan ternyata sangat terjangkau, hanya sekitar Rp 7.000-10.000 per porsi, tergantung pilihan menunya.

Soto Ayam Pak Slamet

Kuah Segar dengan Bumbu Menghangatkan


Memasak itu tanganan, begitu kata orang Jawa untuk menyebut sebuah bakat. Itu sebabnya banyak pemilik warung makan tradisional suka mengutip namanya sendiri untuk brand usaha. Misalnya, Sate Pak Mangun, Gudeg Mbok Sadhem, Ayam Goreng Ny Suharti atau sebagainya.

Begitu juga dengan Slamet yang memilih memberi nama Soto Pak Slamet untuk warung sotonya. Jenis makanan yang ia jual boleh dibilang ”generik” karena soto dapat ditemui hampir di tiap jalan di Jogja. Namun, soto milik Pak Slamet berbeda dengan warung soto lainnya. Tidak perlu bicara tentang rasa, buktinya warung Pak Slamet sudah berdiri sejak seperempat abad yang lalu.

Berawal dari sebuah warung reot di pinggir jalan dekat rel kereta api Jalan Patukan, sebelah selatan Dusun Mejing, Ambarketawang, Gamping, Godean, semula Slamet hanya mengharap pembeli dari para pekerja yang setiap hari melintas di jalan kecil depan warungnya.
 

makanan © 2008. Design By: SkinCorner